Jika kalian mengharapkan banyaknya kisah cinta romantis pada tulisan ini, maka kalian salah besar, karena cinta tidak bisa diukur dengan sebuah kata romantis saja tetapi cinta akan selalu tumbuh dalam kehidupan kita sehari-hari, kapanpun, dimanapun, dan pada siapapun. banyak orang yang terjebak dengan cinta namun tak sedikit pula orang yang bahagia karena cinta. perlakukanlah cinta sebagai cinta, karena cinta merupakan anugrah terindah umat manusia sebagai hadiah dari Sang Pencipta.
Perkenalkan aku “Lutfi”, begitulah orang memanggilku. sepintas aku berfikir nama hanya sekedar sebuah rangkaian huruf yang membentuk sebuah kata dan menjadi identitas dalam diri, belakangan aku sadar bahwa nama tak sekedar kata, disitu tersimpan doa agar setiap orang yang menyebut namaku bisa menjadi doa untukku. “Lutfi Maulidi” begitulah lengkapnya kalaupun ingin memanggilku, sebuah nama yang berarti “seorang anak laki-laki lembut yang terlahir dibulan maulid”, itulah harapan yang diinginkan orang tuaku padaku.
Aku terlahir dari dua insan manusia keturunan jawa, lebih tepat daerah tinggalnya di desa Kebanaran – Jawa Tengah, layaknya orang jawa pada umumnya yang selalu memiliki semangat tinggi dalam bekerja, desa tempat kedua Orangtuaku dilahirkan pun demikian, sebuah desa yang masih asri dengan banyaknya pepohonan dan iklim gotong royong yang sangat tinggi, desa dimana bnyak warganya yang menikmati hidup sebagai petani, setiap hari pergi berjalan kaki, dan kembali dengan wajah yang selalu berseri. Dalam era globalisasi ini, tak banyak yang mereka inginkan kecuali kebahagian keluarga yang selalu dinanti.
Keturunan jawa bukan berarti aku orang jawa, karena kedua orang tuaku telah lama merantau mencari nafkah di bandung, sehingga ketika aku lahir, aku memiliki identitas Bandung yang telah melekat pada diri ini dan bisa dibuktikan dengan sebuah surat yang sering kita sebut dengan akte kelahiran.
Dua orang saudara kandung selalu menemani hari-hariku dalam menjalani kehidupan bersama keluarga ini. Yang satu seorang kakak yang kini telah beranjak dewasa dan yang satu masih berstatus sebagai balita. Awalnya kita hanya dua orang sodara kandung dan kita jalani hari demi hari layaknya keluarga pada umumnya. Aku menikmati hari-hariku sebagai si bungsu yang selalu manja dalam keluarga, namun semuanya berubah setelah hadirnya adiku ketika aku masih berseragam SMP, panggil saja namanya Khairul ikhsan arrafi atau biasa dipanggil “rafi”, gelarku sebagai si bungsu dan hobbyku yang selalu manja selama kurang lebih 14 tahun harus pupus ditangan c Rafi yang baru tiba di dunia (oke fine, aku bisa menerima itu).
Selang beberapa hari setelah persalinan. Ibuku Berkata, tiga sodara kandung sangat cukup dalam keluarga ini, setidaknya jika nanti kita telah beranjak dewasa dan telah memiliki keluarga, kita pulang kampung kerumah akan terasa ramai karena akan ada tiga keluarga di rumah, hmm alasan orang tua yang cukup logis untuk menjelaskan kepada anak-anaknya yang masih bisa dibilang bocah ingusan ini, lagian aku juga mendambakan seorang adik untuk bisa diajak gulat disela waktu-waktu isengku.hahahaha.
Saudaraku kandungku yang kedua bernama Faidi Laelullah. Kini beliau telah kuliah di universitas padjajaran. Aku berharap aku bisa lebih baik dari kakakku dalam hal akademik kelak, setidaknya jika dilihat dari posisi letak SMAku kini, letak SMAku lebih strategis karena berada di pusat kota dibandingkan dengan SMA kakakku yang masih berada di pingiiran kota, aku berfikirsekolah yang paling baik itu ialah sekolah yang berapa paling dekat dengan kota,hehe. Namun itu hanya fikiranku dulu, yang dapat menilai sebuah kesuksesan dari tata letak sekolah, dan itu 120% hanya merupakan asumsi pribadiku dengan kepe’de’an tingkat dewa.hahaha (tertawa bagai seorang bajak laut yang berhasil menemukan harta karun)
SMA. Apa yang ada difikiran kita ketika mendengar kata SMA?? Aku berfikir bahwa SMA merupakan masa yang paling asik dalam bergaul, bisa dibilang labil-labilnya tuh disini, semua seakan indah ketika disandingkan dengan film ”ada apa dengan cinta” yang pernah aku tonton ketika aku masih merupakan bocah ingusan dengan seragam merah putih dan seharusnya itu merupakan tontonan dengan logo (BO) di sebelah bawah yang artinya “Bimbingan Orang Tua” namun aku abaikan. Maafkan anakmu bu, karena pergaulan ketika itu mengharuskan aku menonton film ini. Indah bukan?? Apalagi ketika pemeren cewenya mengejar pemeran cowo hingga ke bandara. Dan aku berharap bisa menjadi seperti pemeran cowo di film itu, dengan gaya cool, keren, dan idaman wanita.
#bersambung #2